Langsung ke konten utama

[Review] Immortality of Shadow



Judul               : Immortality of Shadow: Ratapan Kematian di Boonville
Penulis             : E. Rows
Penerbit           : Diva Press    
Tebal               : 263 Halaman
Tahun Cetak    : September 2014

3/5 untuk novel ini: ☼☼☼
Ini adalah novel horor pertama yang saya baca. Saya tidak pernah tertarik untuk membaca novel horor, karena saya tergolong orang yang anti horor (ngaku aja penakut, hehehe...). Tapi, karena novel ini adalah oleh-oleh dari ajang #KampusFiksi9, maka tetap saya lahap novel ini, meski bacanya hanya kalau siang hari, hehehe...
Untungnya *napas lega* novel ini nggak serem-serem amat :v
Secara keseluruhan, premis novel ini sudah sering saya temui di beberapa film horor barat yang sempat saya tonton. Tentang sekeluarga yang pindah ke sebuah rumah angker yang menyimpan masa lalu kelam, dan mulai mendapat teror dari 'penghuni' rumah itu. Ya semacam itulah.
Oke, langsung saja kita mulai review nggak jelas ini.

Cerita dimulai dengan prolog yang mengambil sepotong adegan setelah keluarga itu pindah ke rumah baru mereka. Adegan yang mungkin paling 'mengerikan' di sepanjang buku. Lalu, cerita beralih ke beberapa waktu sebelum kejadian di prolog, yang menceritakan kegalauan Corey yang sudah tidak tahan tinggal bersama keluarga besar suaminya dan ingin punya rumah sendiri. Singkat cerita, ditengah kesulitan keuangan yang dialami suaminya, Corey berhasil mendapatkan rumah dengan harga murah. Akhirnya Corey dan James, suaminya, beserta keempat anak mereka pindah ke rumah baru yang disebut An Hammer. Lalu, teror dimulai saat Janet, anak termuda Corey dan James mempunya teman bernama Dalal, yang tidak bisa dilihat oleh yang lain.
Selanjutnya, silakan baca bukunya sendiri... :D
Secara keseluruhan, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, novel horor ini tidak terlalu menakutkan (untungnya :D), meski pada beberapa bagian mnemang bikin suhu di kamar seakan turun beberapa derajat secara tiba-tiba (cie...ketakutan).
Prolog dan dan satu bab awal lumayan menarik untuk terus mengikat pembaca, sayangnya bab-bab kegalauan Corey saat ingin membeli rumah baru serasa terlalu panjang. Mungkin akan lebih menegangkan kalau bagian itu dipangkas, dan adegan-adegan di An Hammer lebih diperbanyak (Katanya takut, tapi kok minta adegan horor lagi? Labil ah...:D). Ada beberapa hal yang kurang saya suka dari buku ini.
1.      Ending.
Komentar saya setelah menyelesaikan buku ini adalah bengong. Gitu aja? Yakin nih nggak ada yang lain. Bukannya saya (jadi) sok berani, tapi rasanya nanggung banget ini novel. Serasa nggak ada konklusi sama sekali dari masalah yang sudah dibangun sedari awal. Memang sih, film-film horror macam ini biasanya diakhiri secara menggantung, tapi selalu ada konflik yang selesai. Tapi, novel ini tidak. Tujuan penulis seakan hanya ingin para tokoh tahu riwayat lama rumah itu. Sudah segitu saja.
2.      Cerita-cerita Dave.
Mungkin akan jauh lebih mencekam hasilnya jika Dave tidak banyak 'membocorkan' riwayat Rumah itu pada Eliana. Pasti akan beda hasilnya jika rahasia rumah itu terbongkar sedikit demi sedikit lewat adegan-adegan yang dialami anggota-anggota keluarga Golik. Entah lewat mimpi Barry, entah lewat Janet dan teman hantunya, Dalal, lewat Rose yang kerasukan, atau lewat ketukan di pintu selepas tengah malam. Saya cukup yakin hasilnya akan lebih nendang dibanding sudah dibocorkan lebih dulu oleh Dave pada Eliana. Beberapa memang sudah akan dibuat seperti itu, tapi hasilnya tidak terlalu mengejutkan, karena pembaca sudah tahu sebelumnya.
3.      Tokoh Cenayang yang cuma numpang lewat.
Tokoh cenayang ini tidak memberikan dampak yang nyata pada kisah. Sebelumnya saya pikir cenayang itu akan dilibatkan lebih jauh di balik kisruh An Hammer. Sayangnya, tidak. Bahkan, jika cenayang itu tidak dimunculkan sekali pun, tidak akan ada pengaruhnya.
4.      Kemarahan James.
Bukan hanya Corey dan anak-anaknya yang sebal, tapi saya sebagai pembaca juga ikut sebal pada James. Kemarahannya seakan tidak pada tempatnya dan mengada-ada. Oke, saya tahu dia sedang galau karena pekerjaan. Tapi, tidak akan sampai sebegitu bebal dan teganya pada Rose, apalagi di adegan akhir dengan ban mobil itu. Awalnya saya agak maklum, mungkin sifat James terpengaruh oleh hawa An Hammer, tapi tidak ada penjelasan untuk itu. Saya berharap ada penjelasan untuk itu.
Namun demikian, beberapa hal tetap saya sukai dari novel ini. Selain prolog dan bab-bab awal, beberapa bagian, terutama setiap ada ketukan pintu tiap lepas tengah malam. Setiap adegan itu muncul, saya selalu memandang pintu kamar kos saya. Untung siang.
Hal lain lagi, saya suka dengan semua anak-anak keluarga Golik. Saya suka Eliana yang lebih fokus sebagai remaja dan kisah cintanya, saya suka Barry yang begitu peduli pada saudara kembarnya yang aneh, saya suka dengan Rose yang misterius, dan saya suka dengan Janet yang polos, bahkan saat berkomunikasi dengan Dalal yang (katanya) fisiknya tidak lagi bias disebut enak dilihat. Setiap tokoh anak-anak itu membawa peran sendiri, terutama tokoh Barry-Rose.
Mungkin itu saja komentar-komentar nggak jelas dari saya. Sampai saat ini, saya belum memutuskan akan membaca novel horor lain atau tidak. Saya terutama masih merasa bersyukur novel horor ini bukan horor yang benar-benar menakutkan.
Tiba-tiba, pintu mengeriut disertai bunyi ketukan…
Duk...
Duk..
Duk.

Sekian, tutup buku, lempar ke pintu.

Salam,
Dwipatra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Cerpen] Panggung Boreas

PANGGUNG BOREAS by Dwipatra “Menculik wanita yang tak mencintaimu, apakah tindakan itu benar?” Patung Logam Boreas dan Oreithyia Orang ini memang tak seperti orang kebanyakan. Saat yang lain memilih melakukan janji temu di sebuah café, berteman secangkir kopi hangat dan alunan musik, dia justru memilih berdiri menunggu di antara deretan logam dari masa lalu dan pahatan-pahatan batu pualam putih, replika patung dewa-dewi Yunani. Dan, saat orang-orang memilih berdiam di depan perapian di tengah musim dingin yang menggigit ini, dia malah berkeras menyuruhku datang ke tempat yang sejak dulu tak terlalu menarik perhatianku, untuk menemuinya. Yah, karena keanehannya, di sinilah aku terdampar sekarang, tersesat di antara koleksi bersejarah sebuah musem paling terkenal di Yunani, National Archaecological Museum, bertanya ke sana-kemari hanya untuk mencari sesosok patung seorang dewi yang namanya dipakai sebagai nama kota ini, Athena, dewi kebijakan.

[Cerpen] Duka Hades

Cerita sebelumnya: Panggung Boreas Duka Hades by Dwipatra Namaku Calista, mungkin kalian sudah sering mendengar namaku dari Bastien. Aku punya sedikit kisah tentang musim semi untuk kalian, namun ini bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang lara dan duka. Patung Hades dan Persephone Dulu, saat aku kecil, ibu selalu bercerita padaku bahwa musim dingin muncul karena sang dewi kesuburan, Demeter tengah berduka. Persephone, putri tunggalnya diculik oleh Hades sang dewa kematian. Luka hati Demeter yang begitu dalam membekukan segalanya. Langit cerah tiba-tiba disaput awan, air danau yang melenggak-lenggok terayu angin seketika itu membeku, tetumbuhan tak kuasa menunjukkan tunasnya. Kehidupan menjadi beku, dingin, dan sepi.

SELENDANG NAWANGSIH

Selendang Nawangsih  O leh: Mahfudz Dwipatra Harus aku akui bahwa di sini aku mendapat perlakuan yang cukup baik. Kamar indah dengan makanan lezat yang tak mungkin digoreng dengan minyak jelantah seperti yang kadang aku makan di bumi menjadi jamuanku sehari-hari. Tapi walau bagaimana pun kahyangan bukan tempatku, bumilah tempatku. Aku tak menikmati semua itu. Aku rindu ayahku. Aku rindu hembusan angin yang menerpaku saat bersantai di saung. Aku rindu suara kelebat daun pohon pisang yang terterpa angin. Aku rindu suara cerpelai yang sedang bercinta di bawah saung. Aku rindu semuanya. Sebuah ketukan tiba-tiba terdengar di pintu, membuyarkan lamunanku. Membuyarkan pikiranku yang sedang sibuk menebak nama rasi dari gugusan bintang di langit. Sebelum kupersilakan masuk, pintu sudah terkuak. Masuklah seorang dewi cantik bergaun biru laut. Dia ibuku, Nawang Wulan. Walau ia ibuku, tapi wajahnya hanya tampak sedikit lebih tua dariku yang sudah berumur 18 tahun. Kurasa itu k