![]() |
Tampilan Cover Kumcer Penjaja Cerita Cinta |
Kumpulan Cerita Pendek
Judul : Penjaja Cerita Cinta
Penulis : @edi_akhiles
Penerbit : DIVA Press Yogyakarta
Cetakan
1 : Desember 2013
Tebal : 192 halaman
Mungkin, jika
temen-temen pembaca merupakan salah satu pengikut akun twitter @edi_akhiles atau @Divapress01, pasti pernah denger atau
malah tengah berpartisipasi dalam Lomba Review Kumcer Penjaja Cerita Cinta.
Tulisan yang saya buat ini merupakan ulasan yang juga tengah diikutsertakan
dalam lomba tersebut, sekaligus sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Pak
Edi dan Penerbit Diva Press karena telah memilih saya sebagai salah satu
penerima Kumcer Penjaja Cerita Cinta dengan gratis, bertanda tangan penulisnya pula
(Kurang apa coba? :D).
Dalam kumpulan cerpen
setebal 192 halaman ini, termuat 15 cerita pendek dan sebuah tips menulis
fiksi. Dari pengantar yang disampaikan, penulis menjanjikan berbagai ragam
teknik penulisan yang bisa dijadikan acuan oleh pembaca yang ingin atau tengah
belajar menulis fiksi, mulai dari yang sepekat malam, sebenderang fajar,
sesemangat siang, hingga yang sesyahdu senja (tak persis seperti ini sih, ini
hanya akal-akalan saya aja hehehe. Tapi, intinya
penulis menjanjikan keberagaman dalam kumcer ini). Apakah janji itu akan
benar-benar terpenuhi? Yuk simak ulasan-ulasan singkat berikut:
Penjaja
cerita cinta (4.5/5)
Cerpen ini merupakan
cerpen favorit saya di kumcer Penjaja Cerita Cinta. Tak salah jika judul cerpen
ini yang digunakan sebagai judul kumcer. Ada beberapa keunikan yang membuat
cerpen ini spesial. Pertama adalah idenya, tentang seorang yang menjual cerita
kepada orang lain secara lisan dan personal. Ini keren dan unik. Kalau menjual
cerita secara tertulis (cetak) mah sudah
biasa (yah, walau saya sendiri masih kesulitan untuk melakukan yang ‘biasa’ itu
#CurcolDetected). Kedua, teknik cerita dalam cerita
yang penulis pakai (nggak ngerti nyebutnya apa). Ini bagus banget, sayangnya teknik
ini digendoli pemenggalan yang kurang jelas antara bagian cerita nyata dengan
cerita sang penjaja. Ini salah satu contohnya:
Tapi,
tidak dengan Senja. Tak ada kata pasrah dalam setiap betik jantungnya. Ia
tetaplah Senja yang oleh semua orang dituturkan begitu mencintai senja.
“Betapa
jahatnya lelaki yang telah membuat senja menunggu senja sepanjang masa itu…”
Saya sempat terkecoh ketika
membaca dua paragraf itu. Sempat saya pikir paragraf kedua masih termasuk dalam
cerita Sang Penjaja, eh ternyata itu adalah ucapan si wanita (Sri). Mungkin
akan lebih membantu apabila bagian cerita Sang Penjaja dengan cerita utama
dipisahkan oleh pembatas (bintang tiga atau apa pun), karena hal ini tidak
hanya dilakukan satu-dua kali. Jika saya tak salah hitung ada lima pemenggalan
seperti di atas. Penggunaan sub-judul untuk menandai cerita Sang Penjaja juga
terasa mengganggu. Saat bertemu dengan sub-judul itu, saya jadi berasa tengah membaca
buku teks.
Hal lain yang
mengganggu adalah keberadaan adegan ‘ehem’. Cerpen ini menurut saya akan lebih
bagus tanpa menyisipkan adegan itu. Saat benak dibuat fokus pada kesedihan kisah
Senja, tiba-tiba adegan itu menerjang tanpa malu-malu, benar-benar mengganggu
konsentrasi L.
Namun, terlepas dari hal-hal di atas, cerpen ini tetap menjadi favorit saya.
Love
is Ketek (4/5)
Cerpen
kedua ini adalah cerpen terngocol di kumcer Penjaja Cerita Cinta, ditempatkan
setelah cerpen Penjaja Cerita Cinta yang penuh diksi, cerpen ini seakan menjadi
pemecah kebekuan yang mengikuti setelah membaca cerpen pertama. Ide awalnya aja
udah gila, tentang pertengkaran dua sejoli gara-gara si cowok ngingetin ada
seutas bulu di ketek si cewek, dilanjutkan sampai akhir pasti tambah gila.
Bagi
yang suka cerita ringan yang nggak pake mikir berat, cerpen ini pas banget.
Dengan istilah-istilah alay jaman
sekarang, macem penambahan huruf ‘h’ beberapa kali di akhir sebuah kata, makin
membuat cerpen ini tampil seger dan kocak. Hal lain yang perlu diacungi jempol
adalah, walau cerpen ini cukup pendek, tapi selesai. Karena, ada beberapa
cerpen dalam kumcer ini yang cukup pendek, tapi terasa sekali konfliknya gak
selesai.
Cinta
yang Tak Berkata-kata (4.5/5)
Cerpen
kedua dalam daftar favorit saya. Yang paling saya sukai dari cerpen ini adalah
penokohan karakter-karakternya. Terasa sekali ciri dari setiap tokohnya, si
cewek yang benar-benar berharap sebuah cinta yang lebih dari sekadar kata-kata
dan si cowok yang romantisnya kebablasan, hingga puisi tak henti-hentinya
keluar dari mulutnya. Klimaknya juga bagus, bertengkar tapi tidak lebay. Si
cewek terlihat begitu dewasa, bukan macam oke
fine-nya si ketek. Dan, ending-nya
lucu, tapi manis. Namun, saya agak ragu seorang akan
benar-benar terus berbicara romantis seperti itu di kehidupan nyata,
melontarkan puisi-puisi tanpa kenal tempat dan keadaan. Sekali pun ia seorang
penyair.
Menggambar
Tubuh Mama dan
Munyuk (@ 2.5/5)
Dua
cerpen ini saya gabung dalam satu ulasan, karena memiliki sedikit keminoran
yang sama bagi saya. Hitung-hitung nyingkat halaman yang ternyata sudah banyak.
Menggambar Tubuh Mama sebenarnya memiliki potensi yang menyegarkan untuk semakin
meramaikan kumcer ini. Dibuka dengan adegan berdarah-darah, membuat cerpen ini
tampak menonjol perbedaannya dibanding cerpen-cerpen yang lain. Saya sempat
berharap cerpen ini akan berkembang menjadi cerpen ‘utuh’ yang bisa menggenjot adrenalin,
sayangnya tidak. Cerpen ini malah selesai begitu saja tanpa sesuatu yang luar
biasa. Hal yang sama juga terjadi pada cerpen Munyuk. Cerpen Munyuk juga terasa
pupus di tengah jalan.
Secangkir
Kopi Untuk Tuhan (2.5/5)
Dalam
cerpen ini, saya melihat suatu kegalauan seseorang yang baru saja menyaksikan
kecelakaan hebat yang menimpa salah seorang idolanya. (Sangat) terkejut hingga
merasa galau akut tampaknya wajar jika kita menyaksikan hal seperti itu, tapi
tokoh dalam cerpen ini membuat kegalauan itu menjadi sesuatu yang terkesan
berlebihan (setidaknya bagi saya). Kesan berlebihan itu yang membuat saya
kurang menyukai cerpen ini.
Tak
Tunggu Balimu, Cinta Cantik, dan Si X, Si X, and God (@ 3/5)
Ketiga
cerpen ini memiliki karakter yang sama, yaitu hendak menjelaskan suatu ilmu
(filsafat dan/atau psikologi?) lewat sebuah cerita. Walau memiliki
karakteristik yang hampir sama, ketiga cerpen ini memiliki keistimewaan
tersendiri, terutama cerpen pertama dan ketiga. Dalam cerpen Tak Tunggu Balimu,
penulis mengawinkan ilmu yang diangkatnya dengan sebuah lirik lagu dangdut
koplo (yang membuat saya kepo sampai nyempetin ngunduh lagunya >,<). Dipilihnya
lagu dangdut koplo ini semakin membuktikan bahwa penulis memang anti-mainstream dalam ide-idenya.
Sementara itu cerpen Si X, Si X, and God dituturkan dalam bentuk dialog utuh,
tanpa narasi separagraf pun. Bagi yang ingin belajar nulis cerpen full-dialog tanpa
membingungkan pembacanya bisa belajar dari cerpen ini. Hanya saja, penuturan
ilmu filsafat dalam satu paragraf panjang terasa sedikit membosankan.
Dijual
Murah Surga Seisinya (3/5), Tamparan Tuhan (3.5/5), Cerita Sebuah Kemaluan
(3/5), dan Aku Bukan
Batu (3/5)
Keempat
cerpen ini memang tidak unggul dalam alur, tapi membuat kita rela menguliti
diri untuk melihat seperti apa kita sebenarnya. Makna yang terkandung dalam
cerpen-cerpen inilah yang lebih ditonjolkan.
Dijual
Murah Surga Seisinya, cerpen ini memaksa kita berpikir ulang akan kemurahan
Tuhan yang kadang masih sering kita tawar. Kurang murah apa coba Tuhan
membanderol harga surga-Nya, hanya dengan seribu rupiah per minggu? Jika
membandingkan angka rupiah untuk harga surga yang dikalkulasikan dalam cerpen
ini dengan rupiah pulsa yang kita habiskan dalam kurun waktu yang sama, maka
hasilnya akan jomplang sejomplang-jomplangnya.
Cerpen
Tamparan Tuhan benar-benar menampar kita yang sering mengatasnamakan status
‘teraniaya’ untuk meminta Tuhan menganiaya orang lain untuk kita. Saya
benar-benar suka pemahaman ini diberikan dalam bentuk cerita dan dialog yang
rada ‘gelap’ seperti ini. Tanpa merasa terceramahi, kita bisa mengambil
pelajaran darinya.
Cerpen
Cerita Sebuah Kemaluan terasa lebih ringan daripada Tamparan Tuhan, tapi masih
sarat makna. Sedangkan cerpen Aku Bukan Batu, walau saya ngerti intinya, tapi
cerpen ini terasa paling berat dibanding tiga cerpen lain. Bukan hanya dari
segi makna, tapi dari diksi dan cara bertutur tokohnya. Dalam Aku Bukan Batu,
tokoh dibuat ‘menentang’ beberapa ketetapan Tuhan. Huft, cukup berat, kan?
Hal
yang kemudian terpikir oleh saya setelah membaca cerpen-cerpen ini hanya ingin
berucap terima kasih kepada penulis karena telah mengingatkan si pelupa ini.
Abah,
I Love You… dan
Lengking Hati Seorang Ibu yang Ditinggal Anaknya (@ 3.5/5)
Dua cerpen terakhir ini
adalah cerpen-cerpen yang paling menguras emosi. Cerita yang mengangkat tema
keluarga, terutama sosok ayah dan ibu memang selalu bisa menyayat hati
pembacanya. Dari judul-judulnya, sudah terlihat cerpen mana yang menceritakan
tentang ayah dan cerpen mana yang menceritakan tentang ibu. Cerpen pertama
bercerita tentang kecintaan seorang ayah yang tak pernah kita sadari, yang
tersembunyi dalam ketegasannya yang kadang kita cap ‘kejam’. Sedangkan cerpen
kedua menceritakan betapa luas cinta seorang ibu pada anaknya. Duet yang indah
dari kedua cerpen ini pasti akan mampu mengetuk hati anak mana pun (jadi kangen
rumah T_T).
Itulah ulasan singkat
ke-15 cerpen dalam Kumcer #PenjajaCeritaCinta. Secara keseluruhan, saya memberi
nilai 3.3/5 untuk kumcer ini (rerata dari nilai yang saya berikan untuk
masing-masing cerpen). Seperti yang dijanjikan penulis, kumcer ini memang memuat
beragam teknik menulis, mulai dari yang super kaya diksi seperti cerpen
berjudul Penjaja Cerita Cinta sampai yang konyol-alay seperti cerpen berjudul
Love is Ketek. Bagi pembaca yang suka men-quote
kalimat dari sebuah novel, banyak sekali kalimat-kalimat quoteable yang bisa dipetik dari kumcer ini. Jika saya cantumkan quote dalam ulasan ini, mungkin panjang
ulasan ini bisa membludak sampai dua atau bahka tiga kali lipat. Intinya, kumcer
ini memang berhasil menjadi seperti apa yang diharapkan penulisnya.
Sekian ulasan dari
saya, maaf jika terdapat kalimat-kalimat yang kurang berkenan. Dan, terima
kasih telah mengajarkan banyak hal pada saya lewat 192 halaman ini.
Salam,
Dwipatra
Dwipatra
waduh jadi pengen baca nih gan, kemaren udah daftar tapi masih belum beruntung, nggak dapet deh, hehe...
BalasHapusLangsung cari di tokbuk aja, tampaknya udah edar. Atau bisa langsung ke penulisnya kalo mau berTTD ~ :D
BalasHapusLangsung cari di tokbuk aja, tampaknya udah edar. Atau bisa langsung ke penulisnya kalo mau berTTD ~ :D
BalasHapus